Annuqayah dan budaya menulisnya
Bila ada pepatah yang mengatakan bahwa membaca adalah jendela untuk membuka semua cakrawala dunia. Jika di izinkan aku ingin mengatakan bahwa menulis merupakan kunci dari jendela itu. Allah menulis dan melukis dunia ini dengan penanya. Dan semua itu tak lepas dari catatan di kitab lauhim mahfuz.
Tanpa kehadiran seorang penulis, coba bayangkan apa jadinya orang-orang pintar. tanpa melakukan aktivitas menulis, mungkin jendela serta cakrawala dunia tidak akan terbuka. Jika Al-jabar, ibnu sina dan ilmuwan-ilmuwan lainnya tidak menuliskan isi fikirannya akankah kita dapat dengan mudahnya mempelajari hasil-hasil pemikirannya. Setiap manusia memiliki pola berfikir yang berbeda-beda. Allah SWT telah menciptakan kita berbeda-beda untuk saling melengkapi satu sama lain. Kesempurnaan tidak akan ditemui ketika kita hanya melihatnya pada satu objek. Cara pandang dari setiap individu berbeda. Allah menciptakan perbedaan itu sebagai berkah.
Dr. Parni Hadi, seorang penulis kawakan berpesan sewaktu mengisi seminar Temu Regional Santri Nusantara di Jombang bahwa “jangan siakan umurmu tanpa membekaskan karya akhirat di dunia”. Pemikiran yang dituangkan diatas sebuah kertas tidak akan sia-sia. Akan ada yang membacanya dan akan banyak yang tidak sengaja mengikuti pola fikir yang anda tuangkan di atas kertas. Siapa sangka sebuah goresan kecil dari tangan anda akan mengubah kehidupan seseorang. Orang yang sedang merasakan kesedihan bisa saja terhibur dengan membaca tulisan anda. Orang yang sedang putus asa bisa saja kembali bersemangat setelah membaca tulisan anda. Orang bodoh (tidak tahu apa-apa) bisa anda sulap menjadi pintar dengan goresan kecil diatas kertas. Bahkan anda mungkin bisa menghilangkan korupsi, maksiat, dan unsur-unsur kejahatan lewat tulisan yang anda punya. Banyak hal yang bisa kita lakukan dengan menulis. Korupsi bisa saja hilang dengan menuangkan pemikiran di atas kertas tanpa harus berkoar-koar di bawah panasnya matahari dan ditengah kepulan asap bermotor. Writing is easy.
Ilmuwan, pejabat, dokter, pebisnis, and richman terlahir dari adanya sebuah tulisan yang mengubah pola pikir mereka. Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang tanpa adanya tulisan. Dosen tidak akan bisa pintar tanpa membaca dan membaca tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya tulisan. Dan jika para ilmuwan tidak menuliskan ilmu yang ia miliki diatas kertas ataupun media lainnya, apa jadinya dunia ini. Meskipun tulisan juga sebenarnya tidak bisa dilakukan tanpa adanya bacaan.
Menurut pemikiran penulis membaca ada dua macam yaitu membaca tersurat dan membaca tersirat. Membaca tersurat yaitu membaca dengan menggunakan media buku, internet, dan tulisan atau ketikan komputer dan semacamnya. Membaca dengan tersirat yaitu membaca dengan menggunakan alam sebagai media untuk membaca. Layaknya ilmuwan jaman dulu yang sedang melakukan penelitian. Einstein dengan teori gravitasinya, einstein membaca keadaan alam yang ada di sekitarnya sehingga ia dapat menyimpulkannya bahwa ternyata setiap benda yang dilemparkan keatas pasti akan jatuh. Dan einstein tak lupa menuliskan hasil pemikiran dan penelitiannya pada sebuah buku karangannya yang berjudul——-. Dan sampai sekarang teorinya masih dipakai untuk menyeimbangkan pesawat di angkasa dan untuk memudahkan pekerjaan-pekerjaan yang lain.
Berdasarkan asalnya tulisan juga ada dua macam, yaitu tulisan yang dibuat oleh manusia dan tulisan yang diciptakan oleh Allah Tuhan semesta alam. Tulisan yang dibuat oleh manusia dituangkan diatas kertas yang akan membentuk buku seperti yang sering kita lihat dan kita gunakan sehari-hari. Sedang tulisan yang di cipta oleh Tuhan semesta alam adalah tulisan yang berasal dari setiap unsur yang ada dialam ini. Yang darinya Allah ta’ala menyiratkan sesuatu yang wajib kita baca. Seperti halnya dalil ‘aqli yang Allah tuliskan di alam ini secara tersirat di pemerintahkan kepada hambanya untuk memikirkan dan menghayati.
Maka dari itu, mulailah menulis. Allah sang creator telah meridhoinya. Yang membuat diri ini dapat berkembang lebih dari apa adanya adalah ketika kita bisa menuliskan apa yang kita fikirkan. Tidak semua orang bisa dan mau melakukannya. Dalam hidup ini kita harus selalu naik level. Dari reader menjadi writer. Just try, try, try and never to say stop. When you stop, you will lose. J
Sehubungan dengan itu, ada satu pondok pesantren yang mengembangkan budaya kepenulisan. Yaitu pondok pesantren Annuqayah yang ada di desa Guluk-guluk, sumenep-madura. Annuqayah merupakan salah atu pesantren tertua di Madura yang sampai sekarang tetap berkembang. Pesantren ini telah banyak melahirkan para ulama, birokrat, dan pemikir Islam. Santri-santri dan alumninya hingga kini banyak yang menggeluti profesi sebagai penulis, sastrawan, dan aktivis sosial.
Berdasarkan informasi dari internet, menyebutkan bahwa pesantren Annuqayah secara institusional tidak memberi penekanan khusus tentang kepenulisan, tapi Annuqayah sejak lama telah mempunyai kultur di ranah ini. Di bidang kepenulisan, ada banyak klub menulis yang berdiri dipesantren Annuqayah, baik sastra, ilmiah atau tulisan populer. Masing-masing daerah di Pesantren ini mempunyai klub menulis tersendiri. Banyak diklat dan workshop kepenulisan digelar dengan mendatangkan para tokoh dan pakar. “Yang ngisi diklat atau workshop jurnalistik biasanya sastrawan, wartawan dan para pakar, seperti D Zawawi Imron (sastrawan), Abrari (wartawan) dan tokoh lainnya” ucap Mohammad Musthofa selaku pengasuh muda Annuqayah. Mohammad Musthofa yang merupakan lulusan UGM Jogja ini mengaku bahwa menulis baginya sudah menjadi bagian dari kehidupan yang tak bisa dihindari. Di Annuqayah, Mohammad Musthofa salah satu pelopor lahir dan berkembangnya dunia kepenulisan. Sekarang ini Musthofa dan LPM Instika Annuqayah didukung oleh santri-santri mendorong efektivitas pemberitaan tentang Annuqayah. Hampir tidak ada kejadian di Annuqayah yang lepas dari pantauan dunia kepenulisan. Blog Annuqayah di update setiap hari. Meski berbentuk blog, tapi manfaatnya sangat besar. Dan sekarang ini sudah lumayan banyak santri yang mengirimkan berita dari berbagai daerah di Annuqayah, tegas Musthofa.
Selain blog yang dikelola secara serius, Annuqayah juga mengembangkan penulisan dan penerbitan mading, majalah, tabloid dan buletin. Beberapa daerah di Pesantren ini masing-masing mempunyai majalah tersendiri, seperti Annuqayah Latee memiliki majalah Al-Afkar dan buletin Variez, daerah Lubangsa Raya majalah Muara dan Lubangsa Selatan Tabloid Akselerasi. Di tingkat pendidikan formal, khususnya di MA atau sederajat penerbitan majalah atau buletin juga digenjot dan ditingkatkan agar santri dapat mengembangkan skill menulis mereka. MA Tahfidz memiliki majalah Infitah dan terbit setiap 2 minggu sekali, tegas Abdurahman Ali selaku TU MA Tahfidz kepada Pelita, Rabu (25/01).
Dunia kepenulisan di Pesantren ini didukung oleh koleksi buku-buku di masing daerah dan di Perpustakaan Annuqayah Pusat yang lumayan kaya dan memadai. Setiap bulan Annuqayah menambah buku-buku baru untuk koleksi perpustakaan. Perpustakaan di Annuqayah juga ada di setiap jenjang pendidikan formal, mulai dari Madrahsah lbtidaiyah hingga Perguruan Tinggi.
Pada prinsipnya, Pesantren Annuqayah hanya sebatas wadah kecil dan terbatas yang tidak mungkin mencetak santri menjadi ahli dan profesional. Sebaliknya, profesionalitas santri dalam hal-hal tertentu akibat pengembangan mereka sendiri. Annuqayah hanya memberi kebebasan kepada para santri untuk menentukan minat dan bakat mereka dan mengembangkannya sendiri, baik melalui proses personal-individual atau melalui kegiatan ekstra kerikuler Pesantren.
Yang utama dari menjadi seorang penulis adalah niat yang akan ditanam dalam hati sanubari. Secara umum niat merupakan ruh dari kehidupan, dan secara khusus niat merupakan ruh dari impian dan tujuan yang akan dicapai. Seperti halnya manusia, tanpa ruh yang mengisinya namanya bukan manusia tetapi bangkai atau mayat. Begitupun dengan menulis, tanpa ada niat yang mendahuluinya maka senoktah kalimat pun tidak akan terlaksana.
MahaSantri Indonesia,,,, mulalilah melakukan suatu gebrakan yang dahsyat dengan membiasakan dirimu menulis, menulis, dan menulis.
Sumber:
http://perahu2cinta.blogdetik.com/index.php/2012/02/santrinya-banyak-menjadi-penulis/
abu izzudin, solikhin. Zero to hero. Pro-U media. 2006. Jogjakarta
http://ma1annuqayah.sch.id/kategori-33-karya-alumni.html